SIM TJOEN OEY |
Encek, adalah orang yang sangat keras, disiplin dan kaku
terhadap kami anak2nya, jarang sekali ada canda riang dalam rumah, padahal sebenarnya
perhatian dan kasih sayangnya kepada anak2nya sangatlah besar. Bahkan bukan hanya terhadap anak-anaknya saja
perhatian itu diberikan, keponakan-keponakannya juga banyak yang merasakannya,
seperti anak-anak encek Tiang ( Sim Tjoen Tiang) yang pernah tinggal dirumah
Rambang dan juga keluarga Lakko Sim Kie Kui, yang saking dekatnya sama2 tinggal
di Tanjung Enim, keponakannya sudah seperti anak2nya sendiri. Ketika Empek Siang ( Sim Tjun Siang )
memutuskan untuk meninggalkan Indonesia
untuk merantau mengadu nasib ke Singapura, salah satu anaknya Yan ( Sim Tjiu
Yan) karena keterbatasan kemampuannya atau agak bodoh, maka ditinggalkan
dirumah engkong untuk diurus, maka jadilah Yan tinggal di Tanjung Enim membantu
toko Engkong, bersama sama menjalankan toko di Tanjung.
Kenangan bersama Yan juga banyak, dia yang biasanya
memboncengkan kami kesekolah tiap hari dan menjemput saat sekolah usai. Satu
kenangan saya bersama Yan yang kalau saya kenang2 akan selalu tertawa, suatu
sore, saya nakal dan mengganggu Yan yang sedang membereskan, menyusun botol
kecap ke rak, saya mengganggunya lantas Yan marah dan mengangkat botol kecap
sambil diacungkan kesaya, kupukul jugo palak kau, kata Yan, saya menjawab, cobo
kalau berani, karena saya yakin Yan tidak mungkin melakukan hal itu karena dia
tidak pernah menyakiti siapapun. Lantas Yan menjawab, Dak usah dicobo cobo,
kalo dicobo kepala kau yang metu kecap. He he.
Sekarang ini semua keluarga besar Empek Sim Tjun Siang almarhum berada
di Singapore kecuali Yan
yang sekarang ada di Palembang.
Waktu saya memutuskan untuk kuliah di Bandung, Encek menyerahkan keputusannya pada saya
sendiri, karena Encek kurang paham masalah pendidikan tapi dukungannya pada anak2nya yang mau sekolah sangatlah besar. Masalah
sumbangan dan uang kuliah beliau serahkan saya yang memutuskannya sendiri, Encek
tinggal membayarnya saja, mengenai biaya hidup setiap bulan dikirimnya tidak
pernah terlambat bahkan selalu terlalu awal, karena Encek takut anaknya
kehabisan uang dan kelaparan atau berbuat aneh-aneh yang tidak diinginkannya,
setiap bulan tanggal 15 wesel kiriman uang sudah datang. Jaman itu belum ada ATM seperti sekarang yang
kalau uang disetor ke Bank, langsung bisa diambil di ATM dimana saja, waktu itu
uang dikirim via kantor pos, kemudian wesel posnya dikirim ketempat tujuan dan
baru setelah kartu wesel diterima kita bisa kekantor pos untuk mengambil uang
yang dikirim, jadi makan waktu cukup lama, padahal itu uang untuk keperluan
bulan berikutnya dan uang bulan inipun belum habis terpakai.
Encek sangatlah getol dalam mencari uang dan satu cerita
yang diceritakan sendiri oleh Encek, dijaman Jepang dulu, kalau jualan gak
boleh seenaknya menaikkan harga,dan timbangan gak boleh kurang, suatu hari
tentara Jepang datang ketoko dan mengatakan bahwa Encek jual berasnya terlalu
mahal, encek menjelaskan kalau belinya juga sudah mahal, lantas tentara itu mau
membawa encek kekantornya dan apabila
itu terjadi tentunya mereka akan menyiksa encek kita, tentara itu bilang, ayo
ikut saya, nanti saya antar ketempat beli beras yang murah, tapi encek
menjawab, saya gak bisa ikut, istri saya sedang hamil tua, siapa ya yang sedang
dalam kandungan enyek waktu itu? Kayaknya tahun 1944 itu Ie Mie yang sedang
dikandung emah, jadi deh Ie Mie sebagai penyelamat encek, dan si Jepang tidak
jadi membawa encek kita, terima kasih Tuhan, Kau telah melindungi encek / engkong
kami tercinta.
Kami yang masih kecil tidak pernah mengenal secara fisik
sama Engkong / Kongco Sim Sun Hay, namun sama Mah / Enco Tjoa Eng Nio, kami
sangatlah dekat, beliau orang yang sangat baik, lemah lembut dan penuh
perhatian bukan saja pada keluarganya, cucu2nya bahkan sampai sama orang luar
juga diperhatikannya. Contoh terakhir adalah ketika di Palembang ada satu anak yang
bernama Mamat anak tukang cuci pakaian adalah contoh hidup yang masih ada yang
pernah merasakan kebaikan enco kita.Satu hal yang paling saya ingat adalah,
pada suatu hari ada seseorang di Tanjung Enim, memerlukan uang dan pinjam pada Mah/enco
tapi karena uang yg dipinjam cukup besar dan enco gak ada uang cash, maka
beliau menjual perhiasannya untuk meminjamkan uangnya pada orang tersebut, yang
pengembalian uangnya boleh dicicil, yang pada akhirnya kita semua pasti tahu,
uang tersebut tidak akan kembali.
LIM PO NIO |
Sedang mengenai Nyek / Emah Lim Po Nio, beliau orangnya juga baik dan lebih bisa bermain main dengan anak cucunya, suka berpantun, bercerita dan seorang pekerja keras seperti engkong. Pantunnya yang paling popular sampai ke cucu2nya hafal adalah pantun Cungak bulan, yang bunyinya, Cek ndun duduk nyulam jarum patah jeriji luko. Kalu rindu cungaki bulan, kato sepato jangan dilupo. Satu hal yang tidak mungkin kami lupakan yaitu cara mah menghukum saya dan juga cucunya yang pernah mengalami yaitu Cai, sebagai anak2 yang nakal, kalau engkong menghukum kami dengan rotan kemocing, yang disabetkan kekaki tangan bahkan kalau perlu belakang badan kami, itu sering kali tidak membuat kami kapok dan takut, kenakalan dan kesalahan2pun akan kami ulangi lagi, mah punya cara menghukum kami dengan cara yang unik yang membuat kami ampun2 yaitu ditetesin lilin pada kaki dan tangan kami.
Nah buat kita keturunan Engkong, jangan ditiru kekurangan
engkong, tapi hanya kebaikannya saja yang sebaiknya kita kenang dan teladani.
Begitu juga cara2 mah menghukum anak cucunya tidak boleh ditiru sama sekali, biarlah itu jadi kenangan tak
terlupakan buat kita semua.
Meminjam kata2 Ci Han ting di hari kematian mah sebelum
keberangkatan peti mah ketempat peristirahatannya yang terakhir yaitu, bahwa hubungan darah itu seperti air
disungai yang tidak bisa diputuskan olah apapun dan, cobalah kamu potong
dengan pedang yang tajam, maka dia akan terputus sebentar kemudian menyatu
kembali, oleh karena itu marilah kita selalu bersatu, hidup dengan rukun dan
damai, saling menghormati satu dengan lainnya dalam keluarga besar SIM,
mengalir seperti air disungai.
Jakarta,
6 Juli 2011
Sim Tjiu King
Rio tambahkan keterangan fotonyo, yg mano engkong dan mah, foto samo siapo bae??
BalasHapusYg mah itu samo Nyai Dju, adeknyo mah, engkong fotonyo samo cekong Giap, dan Sim Hui Tiong, anak Sim Tjun Tiang
Hai, mungkin kita belum pernah ketemu.. tapi saya Tami, cucunya Sim Tjun Giap. Saya lagi coba cari silsilah leluhur, trus google nama engkong dan nemu blog ini. :) Kalau Anda punya info mengenai nama-nama leluhur keluarga besar SIM, saya mohon bantuannya. Ini email saya: utamiyoga@hotmail.com
BalasHapusTerima kasih!